Sejarah Singkat Tentang Kimono, Pakaian Traditional Jepang (着物) | Belajar Bahasa Jepang Bersama Sejarah Singkat Tentang Kimono, Pakaian Traditional Jepang (着物) | Belajar Bahasa Jepang Bersama

Sejarah Singkat Tentang Kimono, Pakaian Traditional Jepang (着物)

Seperti halnya dengan beberapa negara lain, Jepang juga memiliki pakaian tradisional atau pakaian khas asli dari negaranya. Pakaian tersebut bernama Kimono (着物), yang berarti “sesuatu yang kamu kenakan” (着 : ki berarti pakai, dan 物 : mono berarti barang). Walaupun masyarakat Jepang modern tidak lagi menggunakan kimono setiap hari, mereka masih mengenakannya untuk acara-acara khusus seperti upacara adat, pernikahan, bahkan untuk fashion.

Tentang Kimono Jepang

Awal sejarah dari baju khas Jepang ini dibawa oleh pengunjung Tiongkok pada periode Kofun. Pakaian tersebut memiliki bentuk lengan panjang berbentuk segitiga dan dikenakan di bawah jaket dengan rok atau celana panjang. 

Lalu pada periode Heian, pakaian ini mengalami modifikasi dengan bentuk lengannya menjadi persegi panjang. Berlanjut dengan pakaian yang disebut dengan kosode (小袖) yang berarti “lengan pendek”. Yang cara pemakaiannya tumpang tindih di bagian depan jubah lebih panjang dan kerah lebih lebar. Orang-orang penting juga mengenakan kosode, namun mereka menambahkan beberapa lapis pakaian di atasnya yang dapat mencapai berat keseluruhan 20 kg. Sehingga puncaknya, pemerintah membuat Undang-Undang untuk menghentikan masyarakat dari pemakaian banyak lapisan baju sekaligus. 

Maka, pada periode Muromachi mulai dikenakan kosode dengan tambahan 2 atau 3 lapisan saja di atasnya, yang diikat dengan ikat pinggang kecil yang disebut dengan obi (帯).

Di periode Genroku banyak orang yang mulai bereksperimen dengan berbagai cara untuk mendekorasi pakaian mereka. Seperti dengan menambahkan sulaman, ataupun bereksperimen dengan cara mewarnai pakaian mereka. Ide estetika untuk kimono ini disebut dengan iki (粋), dan masih digunakan oleh banyak orang.

Kemudian dalam perjalanan waktu, bentuk dan ukuran obi menjadi semakin lebar dan panjang, terutama bagi wanita. Lengan kosode tidak lagi dijahit ke tubuh, sebaliknya bagi wanita hanya melekat di bahu dan lengannya menjadi lebih panjang. 

Di masa Edo, kosode mulai disebut sebagai kimono. Para wanita pada masa itu hingga saat ini, mulai menyelipkan kelebihan dari panjang kimono mereka ke dalam lipatan panggul, yang dikenal dengan sebutan ohashori (お端折り). 

Namun, selama Perang Dunia ke 2 kimono yang lebih panjang dijahit karena dianggap sangat boros. Baju kimononya juga diperpendek. Model panjang lengan yang baru ini pun bertahan hingga saat ini. 

Kimono biasanya terbuat dari sutra halus dan dijahit dengan tangan. Namun, tidak semua kimono sutra adalah kimono formal. Terdapat pula kimono dengan bahan katun, poliester, linen, bahkan wol.

Pada acara formal, para pria mengenakan kimono sutra halus dipadukan dengan haori (羽織) yaitu jaket kimono dan hakama (袴) yaitu celana longgar yang biasanya bergaris hitam putih. Sedangkan, para wanita memiliki banyak jenis kimono yang disesuaikan dengan acara formal yang berbeda pula.

Baju Tradisional Jepang
source: restaurants-guide.tokyo

Jenis kimono informal adalah yukata (浴衣), yang dikenakan di musim panas untuk merayakan festival dan dikenakan pula di pemandian dan penginapan oleh pria dan wanita. Yukata selalu terbuat dari bahan katun dan dikenakan dengan obi tipis berwarna cerah.

Karena kebanyakan orang Jepang bahkan tidak dapat mengenakan kimono mereka sendiri, terutama bagi wanita dengan kimono formalnya.  Maka, terdapat profesi “Kimono Dresser” yang bertujuan untuk membantu orang mengenakan kimono mereka.

Baca Juga

Komentar