Shinto dan Buddha, Agama dan Kepercayaan Jepang yang Saling Berdampingan | Belajar Bahasa Jepang Bersama Shinto dan Buddha, Agama dan Kepercayaan Jepang yang Saling Berdampingan | Belajar Bahasa Jepang Bersama

Shinto dan Buddha, Agama dan Kepercayaan Jepang yang Saling Berdampingan

Agama dan kepercayaan dari mayoritas masyarakat Jepang adalah Shinto dan Buddha. Usia Shinto setua dengan budaya Jepang, sedangkan Buddha merupakan agama yang didapat dari abad ke 6. Sejak berabad lamanya, kedua agama ini telah hidup berdampingan dan saling melengkapi.

Shinto atau juga disebut dengan kami-no-michi (神の道) yang berarti jalan para dewa adalah kepercayaan asli dari sebagian besar masyarakat Jepang. Shinto tidak memiliki pendiri maupun kitab suci, karena Shinto berakar dalam pada masyarakatnya dan tradisi Jepang. Shinto tidak merujuk pada agama melainkan kepercayaan karena pada dasarnya merupakan kumpulan kepercayaan asli dan mitologi.

Anime Noragami

Dewa Shinto disebut dengan kami (神). Mereka dipercaya sebagai roh-roh suci yang mengambil bentuk konsep penting bagi kehidupan, seperti angin, gunung, pohon, hujan, sungai, dan kesuburan. Manusia setelah mati akan menjadi Kami dan dihormati oleh keluarga mereka sebagai leluhur Kami. Kami dan manusia tidak terpisahkan, mereka berada di dunia yang sama dan memiliki kompleksitas yang saling terkait. Kami Shinto yang paling penting bagi masyarakat Jepang adalah Dewi Matahari Amaterasu (天照大神 : amaterasu ookami).

Sedangkan agama Buddha berasal dari India pada abad ke 6. Ajarannya merupakan ajaran dari Gautama Siddharta. Diperkenalkan sekitar tahun 538 – 552 oleh Kerajaan Baekjae dari Korea. Diceritakan, Raja Baekje mengirimi Kaisar Jepang sebuah gambar Buddha dan beberapa kain sutra. Walau sempat mengalami pertentangan, namun tak lama kedatangan Buddha disambut oleh para bangsawan yang berkuasa dan dijadikan sebagai agama baru di Jepang.

Anime Buddha 2

Saat ini, sekitar 90 juta orang di Jepang menganggap bahwa diri mereka menganut agama Buddha. Walau agama tersebut tidak langsung mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Namun, mereka selalu melibatkan ajaran tersebut pada beberapa tradisi seperti kelahiran, pernikahan, pemakaman, dan mengunjungi kuil pada saat perayaan Tahun Baru ataupun festival lokal yang disebut matsuri (祭り).

Kelahiran bayi baru selalu dirayakan dengan kunjungan resmi ke kuil Shinto pada saat usia bayi sudah sekitar satu bulan, begitu pun juga dengan peringatan ulang tahun ketiga, kelima, dan ketujuh, serta awal kedewasaan seseorang di usia dua puluh tahun. Upacara pernikahan mereka juga seringnya dilakukan oleh para imam Shinto, walau pernikahan bergaya barat juga populer di sana. Sedangkan, pemakaman mereka dipimpin oleh para pendeta Buddha dan prosesinya mengikuti ajaran Buddha.

Terdapat dua hari yang penting bagi masayarakat Jepang, yaitu Hari Tahun Baru dan Obon yang masing-masing melibatkan kunjungan ke Kuil Shinto maupun Kuil Buddha. Pada malam Tahun Baru, mereka berdoa di tempat pemujaan tersebut dengan mengenakan kimono bersama dengan pasangan dan keluarga, menggantung hiasan khusus, makan mie, dan memainkan permainan kartu puisi. Selama Obon, mereka sekeluarga membersihkan kuburan leluhur untuk mengantisipasi kembalinya arwah. Perayaan mereka termasuk tarian rakyat, berdoa di Kuil Buddha serta ritual bersama keluarga di rumah.

Baca Juga

Komentar